Anggapan bahwa punya pacar/gebetan itu gaul dan keren sedangkan jomblo itu kuper dan tidak laku-laku, sudah menjadi tren dalam pergaulan remaja masa kini. Khususnya dari sudut pandang laki-laki, seolah bukti kejantanan yang dimiliki dan ketenarannya dalam pergaulan, hanya diukur dari mudahnya mendapatkan pacar (perempuan yang disukainya).
Bagi yang masih sendiri/jomblo, seolah bagai mendapat kutukan di hidupnya dan ‘terasingkan’ dari pergaulan tersebut. Seolah ketika predikat jomblo ada dalam diri, timbul rasa malu, cemooh dan hasud untuk memiliki pacar pun disuarakan dari mereka yang sudah punya pacar. Akhirnya, yang masih jomblo berusaha ikut-ikutan mencari pacar karena tidak mau dicap kuper dan tidak laku.
kisah perjalanan hidup remaja laki-laki yang duduk di bangku SMA sebagai jomblo. tokoh Gue atau aku dalam buku ini mengisahkan cerita pilunya berkali-kali gagal mendapatkan pacar, rasanya menjadi jomblo hingga keinsyafannya mengikuti ajaran Islam.
Dia dapat pelajaran hidup yang jauh berbeda dari yang didapat sebelumnya. Berteman dekat dengan seorang mahasiswa yang juga tetangganya, membuat tokoh Gue ini mendapat pencerahan baru soal status jomblo yang dimilikinya.
Mahasiswa ini berprestasi di kampusnya, juga aktif di Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Banyak hal yang dia tanya pada mahasiswa itu seputar status jomblo. Jawaban dari mahasiswa itu justru berlawanan dari apa yang ada dipikirannya selama ini. Ternyata, menjomblo itu bukan aib, bukan kriminal, malah bisa jadi berkah. Kenapa harus resah, malu, apalagi mengutuk status itu? Dalam Islam, Allah melihat hamba-Nya bukan dari status jomblo atau sudah punya pacar. Yang Allah lihat itu ketaatan kita sebagai hamba dalam mengikuti ajaran dan menjauhi larangan-Nya. Pacaran dalam Islam itu haram hukumnya karena mendekati zina. Dengan menjomblo, seseorang bisa terhindar dari perzinaan sekaligus mendapat ruang untuk memperbaiki diri. Jadi, menyandang predikat jomblo bisa membawa berkah.
Tokoh Ane ini berusaha untuk istiqomah walau kadang suka galau dan kurang semangat lagi. Namun, ia yakin untuk terus berada di jalan Allah.
Dengan bangga, kini ia menjalani masa kesendirian dengan enjoy dihiasi dengan prestasi agama maupun duniawi. Meskipun begitu, dia bukannya tidak mau membuka hati, tapi menahan diri saat ini lebih tepat hingga tiba saatnya pernikahan, bukan pacaran. Biar jomblo, asal selamat!
Di buku ini, Kang Oleh memberikan pelajaran pada pembaca bahwa pergaulan membawa pengaruh yang besar bagi prinsip dan tingkah kita. Pintar-pintarlah dalam berteman, agar kita terbawa pada arus pergaulan yang mengantarkan pada ketaatan, bukan kesesatan.
sangat cocok bagi para jomblo agar lebih menikmati kesendiriannya di jalan Allah, agar jadi jomblo berkualitas sampai halal!.
Resensi Buku: Jomblo’s Diary
oleh O. Solihin dalam buku Jomblo’s Diary
0 komentar:
Posting Komentar