Rabu, 21 Juni 2017

Karakter Jujur di Bulan Ramdhan

Klee Ust. Tasyrif Amin.

KARAKTER atau akhlak mulia bisa dilihat dari banyak indikator. Sebagaimana sudah menjadi takdir, bahwa manusia memiliki kebaikan dan kelebihan yang berbeda-beda. Namun dalam perspektif nilai, ada indikator utama yang menjadi basis nilai dari pertumbuhan karakter manusia.
Basis nilai adalah sesuatu yang bersifat asasi yang dalam perspektif Islam. Hal ini disebut fitrah. Manifestasi dari fitrah manusia adalah kejujuran.
Artinya, kalau orang mampu jujur sesuai dengan fitrah atau hati nuraninya, maka itulah nilai kemanusiaan tertinggi, dan itulah karakter yang sesungguhnya. Kita masih teringat motto Komite Pemberantasan Korupsi ‘berani jujur, hebat’.
Jatidiri ‘jujur’ bersifat transformatif. Artinya, sifat-sifat lain bisa tereliminir dengan trasformasi kejujuran. Makin kuat nilai kejujuran, maka sifat-sifat tercela akan melemah dan berkurang. Ada sebuah kisah menarik di zaman Nabi.
Seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Saya mau masuk Islam, tapi belum bisa meninggalkan khamar dan zina”.
Kemudian Rasulullah menjawab, “Yang penting bisa jujur”.
Pada suatu kesempatan, si penanya memiliki peluang untuk minum khamar dan berzina. Ia menghadapi pertarungan batin antara menerjang kebatilan atau meninggalkannya.
Akhirnya, dia berkeputusan meninggalkan maksiat tersebut karena teringat akan ikatan janjinya untuk jujur kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Jujur dan bohong, ibarat cahaya dan gelap. Sebagaimana cahaya bisa melenyapkan kegelapan, maka kejujuran dijamin mampu melenyapkan sifat-sifat buruk.
Dijelaskan dalam sebuah hadits Shahih:
“Tidak akan berkumpul dalam hati seseorang iman dan kufur, dan tidak bisa berkumpul bersama-sama sifat jujur dan sifat bohong, dan tidak bisa berkumpul bersama-sama sifat khianat dan amanah” (H.R. Imam Ahmad)
Salah satu latihan kejujuran yang sangat aplikatif adalah puasa. Praktek puasa langsung berkaitan dengan kejujuran.
Rukun Islam, yang terdiri dari syahadat, shalat, zakat dan haji, semuanya memiliki unsur gerakan dan dipersaksikan.
Sementara puasa, tidak ada gerakan dan tidak bisa dinilai seseorang. Yang tahu hanyalah yang menjalankannya dan Allah Al-Bashiir. Sebagaimana tertuang dalam hadits shahih berikut,
“Semua amal anak keturunan Adam adalah untuk dirinya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang membalasnya”.
Perjuangan melahirkan sifat jujur seharusnya menjadi program mainstream di bulan Ramadhan. Tentu saja latihannya tidak sebatas menahan makan dan minum, tapi juga latihan dalam membiasakan berbagi kebaikan. Tadarus al-Qur’an, disiplin shalat di masjid, dan berbagai kepada sesama akan menghidupkan jiwa.
Jiwa yang hidup akan mendekat kepada Allah, dan selanjutnya memiliki kepekaan secara ruhaniyah atau spiritual. Dari sana sifat jujur akan tersemaikan menjadi karakter manusia.


0 komentar:

Posting Komentar

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net