Keras sekali badai menghantam sebuah kapal yang sedang berlayar. Tak berselang lama, kapal itu pun tenggelam dan hanya beberapa orang saja yang selamat.
Dan ombak membawa seorang laki-laki hingga ia terdampar di pantai sebuah pulau asing tak berpenghuni.
Ia segera siuman dan tersadar bahwa ia tengah berada di sebuah pulau jauh dari manusia dan tak berpenghuni. Kedua lututnya segera terpasung di atas pasir guna bersimpuh menengadahkan kedua tangannya ke langit.
Berdoa ia kepada Allah agar diberi keselamatan dan jalan keluar. Ia meminta bantuan, pertolongan dan penjagaan kepada Allah jalla tsana’uh.
Ia memungut daun-daun untuk menjadi atap dan penutup gubuk yang ia bangun dari potongan kayu-kayu yang ada sehingga terjaga ia dari dinginnya malam dan panasnya siang. Ia pun minum dari air anak sungai dan hari-hari pun berlalu mengikuti ketetapan Rabb yang Agung.
Suatu ketika, sambil menunggu makanan yang ditaruhnya di atas tungku api hingga matang, ia memilih untuk berjalan-jalan agak jauh dari gubuknya.
Ketika kembali ke gubuknya, terkaget ia dengan apa yang terjadi. Api tadi melahap segalanya hingga gubuk yang ia bangun dan tempati beberapa hari.
“Kenapa, wahai Rabb?” Ia bertanya sambil berteriak.
“Kenapa, wahai Rabb?”
“Gubukku hangus terbakar dan tak ada yang tersisa.”
“Hanya aku ada di pulau ini. Tak da yang tersisa untukku.”
“Kenapa segala musibah ini selalu saja mendatangiku?”
Badannya kembali tersungkur sedih. Lapar yang memuncak dan kesedihannya itu membuatnya tertidur hingga pagi menjelang.
Ada yang aneh di pagi itu. Sebuah sampan penyelamat mendekat dan segera bersandar di pulau itu untuk menyelamatinya. Ia pun segera menaiki sampan tersebut.
“Bagaimana kalian bisa menemukan pulau ini dan mengetahui kalau aku tersesat dan membutuhkan bantuan?” Tanyanya dengan sejuta heran.
Regu penyelamat menjawab:
“Kami melihat asap bergemul di atas pulau ini lantas kami mengetahui bahwa seseorang membutuhkan bantuan.”
_____
Catatan penerjemah:
Dan jalan keluar itu tak jarang terbingkai dari hal-hal yang tak teridhai oleh hati. Tak akan rugi yang mengetuk pintu Allah berkali-kali.
Sumber: page Nasha-ih ‘Ammah
Penerjemah: Ustadz Yani Fahriansyah...
Asrama LIPIA Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar