Oleh : Hilmi Firdausi
Jika saya sering menelpon istri, mengabarinya saya sedang apa dan dimana, lalu ada orang bilang saya golongan suami takut istri, saya tak peduli. Karena sejatinya, saya khawatir jika istri saya kepikiran dan was-was akan kondisi suaminya lalu dia menjadi gundah gulana.
Jika saya berusaha sekuat tenaga untuk mendampinginya kemanapun jika saya bisa dan ada waktu, lalu orang menyebut saya di bawah kendali istri, saya tidak peduli. Saya selalu mendampinginya karena setelah ijab qobul, Ayahnya telah menyerahkan tanggung jawab kepada saya selaku suaminya, Imam sekaligus penjaganya.
Jika saya selalu mengajak ikut serta istri di acara kantor, acara reuni atau acara-acara yang melibatkan teman-teman saya lalu ada teman saya bilang saya anggota Ikatan suami takut istri, sekali lagi saya tidak peduli. Saya mengajak istri kemana-mana (jika dia bisa) untuk mengabarkan kepada dunia bahwa saya telah memiliki pasangan halal yang terbaik, jadi tak perlu lagi teman-teman wanita menggoda saya.
Jika saya selalu menceritakan semua masalah kepada istri, lalu saya dibilang laki-laki cengeng, saya tak ambil pusing. Saya menceritakan masalah kepada Istri karena istri adalah orang yang paling tepat untuk diajak berbagi dan mencari solusi, bukan orang lain apalagi wanita lain. Bukankah pernikahan adalah komitmen bersama dalam suka dan duka ?!
Jika saya selalu menyebut istri saya dihadapan teman-teman wanita lalu dibilang saya berada di bawah ketiak istri, saya pun tak peduli. Saya menyebut istri saya dihadapan mereka karena saya bangga memilikinya, wanita yang Allah pasangkan dengan saya sebagai penyempurna setengah agama saya.
Jika saya sering memuji istri saya terutama dihadapan teman-teman wanita lalu dibilang saya laki-laki tak mandiri, selalu membawa nama istri, saya pun tak peduli. Saya memujinya untuk mengabarkan kepada mereka jangan coba-coba dekati saya, karena tak ada yang bisa menggantikan posisinya di hati saya.
Saya memang suami takut istri...takut tidak bisa membahagiakan istri, takut melukai hati istri...karena saya takut Allah murka kepada saya, jika mencoba mengkhianati anugerah yang Allah berikan pada saya, terlebih saya tak mau mengingkari janji suci di hadapanNya, mitsaqon ghaliza.
Biarlah orang bilang saya suami takut istri, padahal yang saya takuti adalah Allah cabut keberkahan dari hidup saya karena rintihan dan jeritan hati seorang istri yang terlukai oleh perilaku suami.
Karena Rasul mulia pernah bersabda ;
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku." (HR. At Tirmidzi no: 3895 dan Ibnu Majah no: 1977 )
FB : Hilmi Firdausi
FP : Kajian Hilmiyah
IG-Twitter : @hilmi28
0 komentar:
Posting Komentar