Bencana dimanapun, kapanpun, sebesar apapun, sesungguhnya merupakan program stimulan sang penguasa alam semesta untuk direspon dan dikelola manusia. Sudah pasti ada hubungan kausalitas antara sebab dan akibat, ini alamiah. Artinya tak mungkin terjadi sesuatu tanpa ada penyebabnya. Sesuatu yang buruk, penyebabnya adalah keburukan. Begitu pula sebaliknya, kebaikan itu adalah buah dari kebaikan. Jadi tak mungkin ada bencana tanpa ada penyebabnya. Jika bencana itu kita rasakan sebagai kepahitan, kegelapan, siksaan, kepedihan, dan sejenisnya, maka hal itu buah dari yang semakna dengan itu.
Sesungguhnya bencana itu kehendak dan takdir Sang Maha Kuasa yang bisa dimaknai sebagai : ujian, peringatan, atau bahkan azab atas perbuatan manusia terhadap Tuhannya, lingkungan alamnya, dan sesamanya. Sehingga pesan dan hikmah Illahiyah dari becana ini adalah bagaimana manusia bisa memperbaiki hubungan dengan Tuhannya, hubungan dengan alam, dan hubungan dengan sesamanya.
Memahami penyebab terjadinya bencana itu penting, walaupun jauh lebih penting lagi adalah bagaimana kita meresponnya, menyikapi dan memaknainya, serta mengelolanya. Sebagai stimulan Illahiyah, melalui bencana ini Sang Maha Kuasa menginginkan manusia lebih bertaqwa, lebih tau diri, mau introspeksi, dan memperbaiki diri. Korban bencana sebagai shahibul musibah diharapkan bersabar sambil terus ikhtiar.
Masyarakat lainnya yang bukan shahibul musibah diharapkan bisa memberikan perannya dalam beragam bentuk kepedulian. Kepedulian bisa diekspresikan melalui berbagai cara sesuai kemampuan masing-masing, mulai dari kontribusi : do’a, donasi, menjadi relawan, dll.
Jika korban bencana bersabar sambil tetap ikhtiar dan masyarakat mengekspresikan perannya dalam bentuk beragam kepedulian, maka bauran antara kesabaran, ikhtiar, dan kepedulian itu akan mejadi bangunan ketaqwaan yang kokoh.
Jika ketaqwaan kita maknai sebagai pesan Illahiyah dari sebuah peristiwa bencana, maka ketaqwaan sesungguhnya akan merupakan perisai yang bisa mencegah Allah Subhanahu wata’ala menurunkan bencana kepada manusia.
Sebaliknya jika manusia bebal tak mempan dengan peringatan bencana yang Allah Subhanahu wata’ala datangkan, maka sama artinya manusia menantang untuk disegerakan datangnya hari kiamat.
0 komentar:
Posting Komentar